Pengujian Brinell Hardness

 

BAB I

DASAR TEORI

 

1.1  Pengertian Kekerasan (Hardness)

Ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan (scratching), pantulan ataupun indentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Berdasarkan mekanisme penekanan tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan:

1.      Metode gores

Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam dunia metalurgi dan material lanjut, tetapi masih sering dipakai dalam dunia mineralogy.Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yang membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia ini diwakili oleh: Talc, Orthoclase Gipsum, Quartz, Calcite, Topaz, Fluorite, Corundum, Apatite, Diamond (intan).

Prinsip pengujian bila suatu mineral mampu digores oleh Orthoclase tetapi tidak mampu digores oleh Apatite, maka kekerasan mineral tersebut berada antara Apatite dan Orthoclase.Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan utama berupa ketidakakuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan mineral-mineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1-9 saja, sedangkan nilai 9-10 memiliki rentang yang besar.

2.      Metode elastik/pantul (rebound)

Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi.

3.      Metode indentasi

Tipe pengetesan kekerasan material/logam ini adalah dengan mengukur tahanan plastis dari permukaan suatu material komponen konstruksi mesin dengan specimen standar terhadap “penetrator”. Adapun beberapa bentuk penetrator atau cara pengetesan ketahanan permukaan yang dikenal adalah:

a. Ball indentation test (Brinel)

b. Pyramida indentation (Vickers)

c. Cone indentation test (Rockwell)

d. Uji kekerasan mikro

Kekerasan suatu material adalah suatu kemampuan yang dapat ditahan suatu benda material terhadap deformasi plastis. Deformasi plastis adalah perubahan bentuk pada benda secara permanen walaupun beban yang bekerja pada benda telah ditiadakan. Kekerasan dari suatu material diukur dengan memberikan beban dengan menggunakan indentor ke dalam permukaan material tersebut. Bentuk dari indentor pada umumnya peluru/bola, piramida, atau kerucut, dibuat dari material yang lebih keras dibanding material yang diuji. Sebagai contoh, baja yang dikeraskan, karbit tungsten, atau intan yang biasanya digunakan untuk indenters. Ada beberapa macam metode pengujian kekerasan yang dipergunakan, disesuaikan dengan bahan, kekerasan, ukuran dan lain-lain. Seperti uji kekerasan brinell, uji kekerasan Vickers, dan uji kekerasan Rockwell. Pada laporan ini kami akan membahas uji kekerasan pada brinell.

 

Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan bahan terhadap deformasi plastis yang biasanya dilaksanakan dengan cara penetrasi sehingga menghasilkan jejak atau lekukan  pada permukaan benda yang diuji.

Pengujian kekerasan bahan dengan metode Brinell merupakan salah satu metode pengujian kekerasan yang banyak dipakai. Uji kekerasan Brinell dilakukan dengan cara menekankan sebuah bola baja berdiameter 10 mm pada permukaan benda uji (spesimen) dengan gaya atau beban 3000 kgf untuk besi dan baja, serta dengan periode waktu tertentu (biasanya 10 - 15 detik).

 

Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Kekerasan merupakan ukuran ketahanan bahan terhadap deformasi tekan. Deformasi yang terjadi dapat berupa kombinasi perilaku elastis dan plastis. Pada permukaan dari dua komponen yang saling bersinggungan dan bergerak satu terhadap lainnya akan terjadi deformasi elastis maupun plastis. Deformasi elastis kemungkinan terjadi pada permukaan yang keras, sedangkan deformasi plastis terjadi pada permukaan yang lebih lunak. Pengaruh deformasi bergantung pada kekerasan permukaan bahan (logam). Nilai kekerasan berkaitan dengan kekuatan luluh atau tarik logam, karena selama indentasi (penjejakan) logam mengalami deformasi sehingga terjadi regangan dengan persentase tertentu. Nilai kekerasan Vickers didefinisikan sama dengan beban dibagi luas jejak piramida (indentor) dalam kg/mm2 dan besarnya kurang lebih tiga kali besar tegangan luluh untuk logam-logam yang tidak mengalami pengerjaan pengerasan cukup berarti. Keras-lunak permukaan bahan logam di setiap lokasi penjejakan akan berbeda-beda karena faktor kehalusan permukaan, porositas, jenis perlakuan maupun perbedaan unsur-unsur paduan. Diagonal jejakan (d) yang lebih panjang pada 

suatu bahan uji memberikan pengertian bahwa nilai kekerasan bahan rendah, sebaliknya diagonal jejakan lebih pendek memberikan pengertian bahwa nilai kekerasan bahan tinggi. Makin besar beban, diagonal indentasi (d) makin besar pula di sisi lain makin besar diagonal indentasi maka nilai kekerasan makin rendah. Hal ini tentu saja terkait dengan ketahanan bahan terhadap deformasi yang dilakukan indentor.

Proses etsa pada prinsipnya merupakan peristiwa korosi logam yang terkendali, namun tetap mengakibatkan porositas dipermukaan bahan uji yang mempengaruhi kekerasan mikro. Hasil pengujian kekerasan mikro bahan sebelum dan sesudah dietsa kemungkinan akan berbeda. Demikian pula perbedaan hasil uji yang kemungkinan terjadi pada pengunaan wax (malam). Peningkatan kekerasan atau penurunan kekerasan mungkin saja terjadi setelah logam terkena bahan kimia yaitu material mengalami Stress Corrosion Cracking (SCC) oleh adanya bahan kimia etsa yang berdampak pada meningkatnya nilai kekerasan. Misalnya pada AlMg2 non-etsa, menunjukkan kekerasan mikro = 61.76 HVN, sedangkan AlMg2 yang di-etsa menghasilkan kekerasan = 45.6 HVN. Hal ini berarti terjadi penurunan kekerasan setelah logam terkena bahan kimia etsa yang menimbulkan pori-pori (porositas) dipermukaan bahan sehingga pada saat indentor dijejakkan, diagonal indentasi makin melebar dan berarti terjadi penurunan kekerasan. Etching sampel logam hanya diperlukan untuk proses metalografi, sedangkan etching sampel logam pada pengujian kekerasan mikro tidak diperlukan.

1.2  Pengertian Brinell

Pengujian kekerasan dengan metode ini bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja

(indentor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment).Idealnya, pengujian ini diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HB, jika lebih dari nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam millimeter persegi. Indentor (bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten. Jika diameter Indentor 10 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 3000 N sedang jika diameter Indentornya 5 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 750N. Diameter bola dengan gaya yang diberikan mempunyai ketentuan, yaitu:

- Jika diameter bola terlalu besar dan gaya yang diberikan terlalu kecil maka akan mengakibatkan bekas lekukan yang terjadi akan terlalu kecil dan mengakibatkan sukar diukur sehingga memberikan informasi yang salah.

- Jika diameter bola terlalu kecil dan gaya yang diberikan terlalu besar maka dapat mengakibatkan diameter bola pada benda yang diuji besar (amblasnya bola) sehingga mengakibatkan harga kekerasannya menjadi salah. Pengujian kekerasan pada Brinell ini biasa disebut BHN (Brinell Hardness Number). Pada pengujian Brinell akan dipengaruhi oleh beberapa factor berikut:

1. Kehalusan permukaan

2. Letak benda uji pada indent

3. Adanya pengotor pada permukaan

Pengujian kekerasan dengan metode ini bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (indentor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian ini diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HB, jika lebih dari nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam millimeter persegi.Indentor (bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten. Jika diameter Indentor 10 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 3000 N sedang jika diameter Indentornya 5 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 750 N.

Pengujian Brinell dilakukan dengan indentor bola baja (tangsten karbida) diameter 10 mm sebagai indentor. Pengukuran dilakukan dengan memberikan gaya pada indentor dengan waktu penekanan 10 – 30 detik. Selanjutnya bekas indentornya diukur diameternya dengan manggunakan alat profil proyektor

Metode uji kekerasan yang di ajukan oleh J.A Brinell pada tahun 1900an ini merupakan uji kekerasan lekukan yang pertama kali banyak digunakan dan di susun pembakuannya. Uji kekerasan ini berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam menggunakan indentor. Indentor untuk brinell berbentuk bola dengan diameter 10mm, diameter 5mm, diameter 2,5mm, dan diameter 1mm, itu semua adalah diameter bola standar internasional. Bola brinell yang standar internasional tersebut ada 2 bahan pembuatannya. Ada yang terbuat dari baja yang di keraskan/dilapis chrom, dan ada juga yang terbuat dari tungsten carbide. Tungsten carbide lebih keras dari baja, jadi tungsten carbide biasanya dipakai untuk pengujian benda yang keras yang dikhawatirkan akan merusak bola baja. Namun untuk pengujian bahan yang tingkat kekerasannya belum diketahui, alangkah baiknya jika kita mengujinya terlebih dahulu menggunakan metoda rockwell, dengan menggunakan indentor kerucut intan, untuk menghindari rusaknya indentor. Seperti yang kita ketahui bahwa intan adalah logam yang paling keras saat ini, jadi intan tidak akan rusak jika diindentasikan ke material yang keras.

Pengujian kekerasan dengan metode  Brinnel bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment).  Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinnel sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers.

 

Angka Kekerasan Brinnel (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (P) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,12 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (d) dalam milimeter persegi. identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida Tungsten. Jika diameter identor 10 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 3.000 N sedang jika diameter identornya 5 mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 750 N. Pada pengujian brinell akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor yang mempengaruhinya antara lain sebagai berikut :

            Kehalusan permukaan spesimen.

            Letak spesimen pada identor.

            Adanya kotoran pada permukaan spesimen.

Untuk bahan/ material pengujian brinel harus disiapkan terlebih dahulu. Material harus bersih dan diusahakan halus (minimal N6 atau digerinda). Harus rata dan tegak lurus, bersih dari debu, karat, dan terak (Fauzan, 2013).

Rumus perhitungan pengujian metoda Brinell:

"BHN= "  "2P" /(πD (D-(D^2-d^"2"  )^2 )......................................(2.1)

Keterangan:

BHN   = Brinell Hardness Number

P                      = Beban yang diberikan (kgf)

D                     = Diameter indentor (mm)

d                      = Diameter lekukan rata-rata hasil indentasi

Kelebihan metoda Brinell :

Sangat dianjurkan untuk material-material atau bahan-bahan uji yang bersifat heterogen.

Kekurangan metoda Brinell :

Butuh ketelitian saat mengukur diameter lekukan hasil indentasi. Pengujian bisa menyita waktu hingga 5 menit untuk setiap lekukan hasil indentasi, belum termasuk persiapan dan perhitungannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PROSEDUR PRAKTIKUM

 

2.1 Alat dan Bahan

1.         Hardness Tester

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar Hardness tester

2.         Cincin Indentor

 

 

 

 

 

 

 

Gambar Cincin indentor

 

3.         Anvil

 Gambar Anvil

4.         Spesimen

 Gambar Spesimen

 

5.         Indentor

 

Gambar Indentor

6.         Stopwatch

 

Gambar Stopwatch

 

2.2 Langkah Praktikum

a.         Menyiapkan bahan spesimen yang akan di uji (baja karbon rendah).

b.         Memilih indentor bola baja dengan diameter 5 mm.

c.         Memasang indentor dengan cincin (ring) ke plunger rod.

d.         Memilih permukaan spesimen yang rata dan bersih .

e.         Memutar handwhell mendekati indentor (untuk menaikan spesimen hingga spesimen menyentuh indentor)

f.          Memberi beban awal sebesar 10 Kg yang ditandai dengan angka 3 atau titik merah pada skala minor.

g.         Menyiapkan stopwatch.

h.         Menekan crank handle kedepan minimal 20 detik.

i.          Menarik kembali crank handle ke posisi awal.

j.          Melakukan percobaan selam 3 kali..

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

ANALISA DAN PEMBAHASAN

 

3.1  Analisa Data

Tabel Hasil Pengamatan Brinell.

Jenis Material

Beban (p)

No. Test

D

d

Nilai Kekerasan

Rata-rata

Kg

Brinell (BHN)

(mm)

(mm)

(BHN)

Baja Karbon

 

1

5

0,9

127,3885

127,3883

100

2

5

0,9

127,3885

3

5

0,8

127,388

 

Dari tabel data hasil pengujian brinell bisa dijelaskan bahwa pengujian kekerasan dengan menggunakan metode brinell menggunakan indentor berukuran D= 5 mm dan pada saat pengujian diberikan beban sebesar 1000 N atau 100 kg. Hasil yang didapat dari pengujian tersebut berupa nilai kekerasan brinell pada percobaan 1 sebesar 127,3885 , percobaan 2 sebesar 127,3885 , dan percobaan 3 sebesar 127,388. Maka dari hasil percobaan tersebut didapat rata-rata sebesar 127,3883. Perbedaan yang terjadi pada pengujian brinell ini sangat kecil, bahkan hasil nya hampir sama, jadi pengujian yang dilakukan cukup akurat.

Garfik Pengujian Brinell

  Salah satu permasalahan pada uji brinell adalah bahwa BHN tergantung pada beban P untuk lekukan yang sama. Umumnya BHN menurun seiring dengan penurunan beban. ASTM  standar memberikan spesifikasi secara detail untuk pengujian brinell. Uji brinell tidak dipengaruhi oleh goresan dan kekasaran permukaan, jejak brinel yang besar ukurannya dapat mempengaruhi dan menghalangi pemakaian uji tersebut untuk benda uji yang kecil atau pada bagian yang kritis terhadap tegangan, dimana lekukan yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan dalam pengujian.

3.2  Pembahasan

Metode brinell  bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (specimen). Uji kekerasan ini berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam memakai bola baja berukuran 5 mm kemudian ditekan dengan beban 100 kg atau 980 N.

Beban ditekan pada material dengan  waktu 10 detik, sebelum melakukan percobaan ini sebaiknya specimen dibersihkan dahulu dari kotoran atau debu debu yang menempel agar tidak terjadi perubahan hasil pengujian. Untuk menghitung diameter lekukan hasil pengujian disini praktikan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 40 kali, setelah didapatkan diameter lekukan langkah selanjutnya menghitung dengan menggunakan rumus nilai kekerasan vickers.

Pengujian dengan menggunakan metode brinell ini dilakukan sebanyak 3 kali agar mendapatkan hasil yang maksimal.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

4.1  Kesimpulan

1.    Rata – rata nilai kekerasan brinell adalah 127,3883

2.    Setelah melakukan percobaan diatas mudah untuk kita lebih memahami bagaimana melakukan uji kekerasan terhadap suatu material. Dan lebih mengetahui cara mengoperasikan mesin uji kekerasan.

3.    Ketelitian dalam melihat besar diameter lekukan dalam melakukan uji kekerasan dengan metode brinell juga mempengaruhi hasil kekerasan material.

4.    Besarnya beban yang diberikan mempengaruhi nilai kekerasan suatu material,  semakin besar beban maka diameter cekungan semakin lebar sehingga nilai kekerasanya akan semakin kecil.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Evi Hafidoh, dkk, 2017, Laporan Teknik Bahan Uji Kekerasan Brinell, Hal. 3, Politeknik Negeri Bandung, Bandung

 

Tri Nugraheni, Novi, dkk, Uji Kekerasan Material Dengan Metode Rockwell. Hal. 2-3, Universitas Airlangga, Surabaya

 

Farhan Nurrazzaq, dkk, 2019, Laporan Praktikum Uji Kekerasan Rockwell, Hal. 3, Politeknik Negeri Semarang, Semarang

 

Firmansyah, http://pusat-lingkaran.blogspot.com/2017/06/pengujian-kekerasan-bahan-dengan-metode_23.html, Diakses pada tanggal 04 November 2021

 

Okta Syahputra Sembiring, 2015, Laporan Praktikum Material Percobaan Uji Kekerasan, Hal. 4-5, 11-13, 21-23, 25-27, 29-31

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGUJIAN GRAFIK TEGANGAN – REGANGAN SEBENARNYA DAN SIFAT MEKANIK DARI GRAFIK UJI TARIK

Pengujian Bending Transversal

Laporan Praktikum Tensile Test