MAKALAH PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON
BAB I
DASAR TEORI
1.1 Pengertian Beton
Beton
adalah fungsi dari bahan penyusunannya yang terdiri dari bahan semen hidrolik
(Portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah
(admixture atau additive). Untuk mengetahui dan mempelajari perilaku elemen
gabungan (bahan-bahan penyusun beton), diperlukan pengetahuan mengenai
karakteristik masing-masing komponen. Pemilihan material yang layak
komposisinya akan diperoleh beton yang efisien, memenuhi kekuatan batas yang
disyaratkan dan memenuhi persyaratan serviceability yang dapat diartikan juga
sebagai pelayanan yang handal dengan memenuhi kriteria ekonomi (Mulyono, 2004).
Secara
umum sifat beton dapat digolongkan menjadi dua yaitu sifat yang berhubungan
dengan kelebihan beton dan sifat yang berhubungan dengan kekurangan beton
(Mulyono, 2004). kelebihan beton adalah mudah dibentuk, dapat memikul beban
berat, tahan terhadap temperatur yang tinggi, biaya pemeliharaan yang kecil,
tetapi beton juga mempunyai kekurangan antara lain bentuk yang sudah dibuat
sulit diubah, pelaksanaan pekerjaan memerlukan ketelitian yang
tinggi,berat,daya pantul suara besar.
Untuk
menghasilkan kekuatan beton yang maksimal harus diperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, parameter-parameter yang paling mempengaruhi kekuatan beton,
adalah kualitas semen, proporsi semen terhadap campuran, kekuatan dan
kebersihan agregat, interaksi atau adhesi antara pasta semen dengan agregat,
pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton, penempatan yang benar
dan pemadatan beton, perawatan beton. Selain kualitas bahan penyusunnya,
kualitas pelaksanaan akan menjadi penting dalam pembuatan beton. Kualitas
pekerjaan pada konstruksi sangat dipengaruhi oleh pelaksana pekerjaan beton
(Mulyono, 2004).
Bahan
tambah adalah bahan selain unsur pokok beton (air, semen, dan agregat) yang
ditambahkan pada adukan beton, sebelum, selama pengadukan beton. Tujuannya
untuk mengubah satu atau sifat-sifat beton sawaktu masih dalam keadaan segar
atau setelah mengeras, misalnya : mempercepat dalam proses pengerasan, menambah
encer adukan, menambah kuat tekan beton, menambah daktilitas (mengurangi sifat
getas), mengurangi retak-retak pengerasan, dan sebagainya. Bahan tambah
biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit, dan harus dengan
pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang justru akan memperburuk sifat
beton (Tjokrodimuljo, 1996).
Beton
yang diberi bahan tambah serat disebut beton serat atau beton fiber. Serat
dapat juga berupa asbestos, gelas/kaca, plastik, baja, kawat bendrat, atau
serat tumbuh-tumbuhan (rami, ijuk). Serat didalam beton bertujuan untuk
menambah kuat tarik beton, mengingat kuat tarik beton yang sangat rendah. Kuat
tarik beton yang sangat rendah berakibat beton mudah retak,yang pada akhirnya
mengurangi keawetan beton(Tjokrodimuljo, 1996)
Beton
merupakan bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam dunia konstruksi.
Dengan semakin berkembangnya teknologi sekarang ini, berdampak pula dengan
semakin berkembangnya teknologi beton yang diterapkan dibidang konstruksi.
Penerapan metode-metode baru dilakukan demi memperoleh hasil yang maksimal. Di
dalam suatu pembangunan gedung maupun infrastrukur lain tidaklah lepas dari
peran penggunaan beton. Perkembangan teknologi beton semakin hari semakin pesat
seiring dengan berbagai permasalahan yang timbul saat pengerjaan konstruksi.
Dari
bahan bangunan konstruksi yang banyak dipakai di negara kita dalam pembangunan
fisik adalah beton, karena itu banyak sekali yang harus dimengerti mengenai
sifat dasarnya, cara pembuatannya, cara evaluasinya, dan variasi bahan tambahnya.
Tetapi dalam hal ini, pada perencanaan pembuatan beton, terlebih dahulu
melewati proses awal yaitu pembuatan pasta semen (proses hidrasi antara air
dengan semen), pasta semen ini selain mengisi pori-pori diantara butiran-butiran
agregat halus juga berfungsi sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan
sehingga butiran-butiran agregat saling terikat dengan kuat, dan terbentuklah
suatu massa yang padat.
Beton
merupakan campuran semen, agregat dan air dengan proporsi tertentu. Beton harus
kuat, tahan lama, dan mampu menjadi pelindung beton (struktur) terhadap air.
Dari fungsi beton sebagai pendukung konstruksi struktural yang menerima beban
penting untuk mengetahui proporsi campuran yang akan digunakan agar
menghasilkan beton yang mempuanyai kuat tekan baik.
Kata
beton dalam Bahasa Indonesia berasal dari kata yang sama dalam bahasa Belanda.
Kata concrete dalam bahasa inggris berasal dari bahasa Latin concretus yang
berarti tumbuh bersama atau menggabungkan menjadi satu. Dalam bahasa Jepang
digunakan kata kotau-zai yang arti harfiahnya material-material seperti tulang.
Menurut pedoman beton 1989, draf konsesus (SKBI. 1 .4.53, 1989:4-5) beton
didefenisikan sebagai campuran semen portland atau sembarang semen hidrolik
yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa mengunakan
bahan tambahan. Proses awal terjadinya beton adalah pasta semen yaitu proses
hidrasi antara air dan semen, selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus
menjadi mortar dan jika ditambahkan dengan agregat kasar menjadi beton
penambahan material lain akan membedakan jenis beton misalnya yang ditambahkan
tulang bajah akan terbentuk beton bertulang.
1.
Analisis saringan agregat
Pemeriksaan
ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir (Gradasi) agregat halus dan
agregat kasar dengan menggunakan saringan untuk perncanaan campuran beton.
Agregat halus ialah agregat yang semua butirannya menembus ayakan berlubang 4,8
mm (SII. 0052,1980) atau 4,75 mm (ASTM C33, 1982) atau 5,0 mm (BS. 812, 1976).
Agregat kasar ialah agregat yang semua butirannya tertinggal diatas ayakan 4,8
mm (SII. 0052,1980) atau 4,75 mm (ASTM C33, 1982) atau 5,0 mm (BS. 812, 1976)
2.
Berat jenis dan penyerapan agregat
Pemeriksaan
ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk), berat jenis kering
permukaan jenuh SSD (Saturated Surface Dry), berat jenis semu (apparent) dari
agregat kasar atau agregat halus. Berat jenis (Bulk Specific Gravity) ialah
perbandingan antara berat agregat kering dengan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Penyerapan
ialah persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap agregat kering.
3.
Keausan agregat dengan mesin Los Angeles
Pemeriksaan
ini dimaksudkan untuk menentukan krtahanan agregat kasar terhadap keausan
dengan mempergunakan mesin Los Angeles. Keausan tersebut dinyatakan dengan
perbandingan antara berat bahan aus lewat saringan no.12 terhadap berat semula,
dalam persen.
4.
Kadar air agregat
Pemeriksaan
ini dimaksudkan untuk menentukan kadar air agregat dengan cara pengeringan.
Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat air yang dikandung agregat
dengan berat agregat dalam keadaan kering (SNI 03 – 1971 – 1990).
5.
Pemeriksaan kandungan lumpur bahan lolos saringan no. 200
Pemeriksaaan
ini dimaksudkan untuk menentukan kadar lumpur dalam agregat sehingga dapa
diketahui apakah layak digunakan atau tidak, juga menentukan jumlah bahan yang
terdapat dalam agregat lewat saringan no.200 dengan cara pencucian.
1.2
Uji kuat beton
Sifat
beton pada umumnya lebih baik jika kuat tekannya lebih tinggi, dengan demikian
untuk meninjau mutu beton biasanya secara umum hanya ditinjau kuat tekanya saja
(Tjokrodimuljo, 2001). Secara umum tidak ditentukan batasan nilai kuat tekan
untuk membedakan beton mutu tinggi dengan mutu normal. Berdasarkan ACI
Committee 363R-93, beton mutu normal adalah beton yang nilai kuat tekannya
kurang dari 42 Mpa pada umur 28 hari. Sedangkan FIP/CEB-“High Strength
ConcreteState of The Art Report” mengklasifikasikan beton mutu normal bila kuat
tekannya kurang dari 60 Mpa yang diperoleh melalui benda uji silinder dengan
diameter 150 mm dan tinggi 300 mm pada umur beton 28 hari. Pada umunya beton
mutu normal memiliki bobot yang normal. Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03 beton
normal adalah beton yang mempunyai berat isi 2200- 2500 kg. menggunakan agregat
alam yang di pecah atau tanpa dipecah atau tanpa dipecah yang tidak menggunakan
bahan tambahan.
Benda
uji silinder standar di lapangan pada awalnya berasarkan sejarah hanya
berukuran 15cm x 30 cm saja. Tapi seiring berkembangnya ilmu dan teori maka
ukuran silinder yang lebih kecil diperbolehkan jika ditentukan dan dipakai
ukuran maksimum nominal agregatnya tidak melebihi 1/3 dari diameter silinder
itu sendiri. Sekarang silinder 10 x 20 cm lebih sering dipakai karena benda uji
tersebut lebih membutuhkan sedikit bahan untuk membuat sampel dan lebih ringan.
Pada
pengecoran seperti pada bendungan, penggunaan ukuran agregat yang besar maka
memerlukan benda uji dengan diameter lebih besar pula untuk mempertahankan
rasio diameter-ukuran agregat untuk melakukan wet-sieving untuk memisahkan
agregat berukuran besar.
Berdasarkan
beberapa teori dan penelitian yang ada, secara umum didapat bahwa semakin
bertambahnya ukuran benda uji menyebabkan turunnya nilai kuat tekan beton dan
memunculkan variasi nilai hasil pengujian. Inilah yang dinamakan dengan size
effect atau pengaruh ukuran, yang menyatakan bahwa bertambahnya diameter benda
uji mengakibatkan besarnya kekuatan beton semakin berkurang. Teori tersebut
menyatakan bahwa kemungkinan terjadinya faktor penyebab berkurangnya kekuatan
beton seperti bleeding (naiknya air), segregasi (pemisahan) dan terjadinya
cacat pada agregat meningkat pada saat ukuran benda uji bertambah,
mengakibatkan peluang adanya bagian terlemah dari spesimen meningkat.
Sebaliknya untuk benda uji yang lebih kecil peluang terjadinya cacat atau
bagian terlemah berkurang. Selisih kekuatan atau reduksi yang terjadi akan
meningkat saat diuji untuk kekuatan beton mutu tinggi. Dari beberapa penelitian
didapat bahwa rata-rata silinder dengan ukuran 10 cm x 20 cm memiliki nilai
kekuatan 4 % lebih tinggi dibandingkan silinder dengan ukuran 15 cm x 30 cm,
hal ini sesuai dengan hubungan yang ada antara kuat tekan dan diameter silinder.
Menurut
teori klasik struktur elastis atau plastik yang terbuat dari bahan dengan
kekuatan non-acak (ft), kekuatan nominal (σN) dari struktur tidak tergantung
dari ukuran struktur (D) ketika geometris stuktur dianggap serupa. Setiap
penyimpangan dari properti ini disebut efek ukuran. Misalnya, kekuatan
konvensional bahan memprediksi bahwa balok besar dan balok kecil akan gagal
pada tegangan yang sama jika mereka dibuat dari bahan yang sama. Dalam dunia
nyata, karena efek ukuran, balok besar akan gagal pada tegangan lebih rendah
dari balok yang lebih kecil
Telah
diketahui bersama bahwa sifat beton pada umumnya lebih baik jika kuat tekannya
lebih tinggi. Kuat tekan beton sangat dipengaruhi pada faktor air semen, umur
beton, jenis semen, jumlah semen, sifat agregat dan umur beton (Tjokrodimuljo,
1996). Untuk mengetahui kuat tekan beton yang telah mengeras yang direncanakan,
dilakukan pengujian kuat tekan beton. Prosedur pengujian kuat tekan mengacu
pada Standart Test methode for Compressive of Cylindrical Concrete.
Skema
pengujian beton
Berdasarkan
Departemen Pekerjaan Umum (1990), besarnya kuat tekan beton dapat dihitung
dengan rumus :
dengan : F’t = kuat tekan beton (MPa)
P = beban uji maksismum (kg)
A = luas permukaan benda uji (cm2
)
BAB II
METODE PRAKTIKUM
2.1
Alat dan Bahan
1. Semen
2. Agregat
3. Air
4.
Universal testing machine
2.2
Prosedur Praktikum
1.
Persiapan Alat dan Bahan.
2.
Pemeriksaan Bahan (Material agregat kasar dan halus) yaitu:
a.
Pemeriksaan gradasi dari agregat kasar dan agregat halus.
b.
Pemeriksaan kadar air dari agregat kasar dan agregat halus.
c.
Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi dari agregat kasar dan agregat halus.
d.
Pemeriksaan keausan dari agregat kasar
e.
Pemeriksaan berat jenis.
f.
Pemeriksaan kadar lumpur dari agregat kasar dan agregat halus.
3.
Perencanaan campuran beton.
Jika
perencanaan campuran beton sudah memenuhi kuat tekan rencana yakni kira ≥ 30
MPa maka dapat dilanjutkan pada tahap selanjutnya.
4.
Pembuatan adukan beton. Menggunakan satu rencana komposisi campuran berdasarkan
pada pedoman dalam American Concrete Institute (ACI 211.1-91 reapproved 2002)
untuk mendapatkan beton normal.
5.
Pembuatan benda uji. Dalam penelitian ini digunakan 2 bentuk cetakan atau
bekisting yaitu silinder dan kubus dengan masing 3 variasi dimensi yaitu:
-
Silinder 10cm x 20cm
-
Silinder 12,5cm x 25cm
-
Silinder 15cm x 30cm
-
Kubus 10cm x 10cm x 10cm
-
Kubus 12,5cm x 12,5cm x 12,5cm
-
Kubus 15cm x 15cm x 15cm
6.
Perawatan benda uji. Perawatan benda uji dilakukan dengan perendaman selama 28
hari di kolam perendaman
7.
Pengujian benda uji. Pengujian menggunakan mesin uji „Semiaut omatic Concrete
Compression Testing 400 k N Cap. Controls – Italy 50-C6632‟
8.
Analisa dan kesimpulan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
3.2
Pembahasan
Dari
hasil penelitian ini didapatkan grafik hubungan antara dimensi benda uji
silinder dan nilai kuat beton menunjukkan nilai yang berbeda di setiap ukuran
dimensi benda uji kubus. Pada dimensi silinder terbesar menunjukkan nilai kuat
tekan yang lebih rendah. Sedangkan pada dimensi silinder terkecil menunjukkan
nilai kuat tekan yang lebih tinggi. Dari hasil penelitian ini didapatkan grafik
hubungan antara dimensi benda uji kubus dan nilai kuat beton menunjukkan nilai
yang berbeda di setiap ukuran dimensi benda uji kubus. Pada dimensi kubus
terbesar menunjukkan nilai kuat tekan yang lebih rendah. Sedangkan pada dimensi
kubus terkecil menunjukkan nilai kuat tekan yang lebih tinggi.
Setelah didapatkan hasil kuat tekan rata-rata dari
setiap dimensi benda uji kemudian dibandingkan dengan dimensi benda uji standar
yang jamak dipakai dalam pengujian kuat tekan betn yaitu 15cm x 30cm. Dari hasil
perbandingan didapatkan nilai-nilai actor konversi untuk mengkonversikan nilai-nilai
kuat tekan dari tiap dimensi benda uji yang beragam ke dimensi benda uji yang
standar atau baku. Kemudian dilakukan juga perbandingan dengan actor konversi
yang telah ada, yaitu actor konversi yang dibuat oleh ASTM (American Standart
for Testing Materials). Seperti pada Tabel 9. Di atas. Dalam pebandingan
tersebut didapatkan hasil yang sejalan dengan actor konversi yang di keluarkan
oleh ASTM. Hal ini semakin menguatkan analisa bahwa size-effect berpengaruh
pada nilai kuat tekan.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1
Kesimpulan
Dari
tiga variasi benda uji masing-masing 10cm x 10cm x 10cm, 12,5cm x 12,5cm x
12,5cm dan 15cm x 15cm x 15cm untuk kubus dan 10cm x 20cm, 12,5cm x 25cm dan
15cm x 30cm untuk silinder dengan masing-masing 20 benda uji diperoleh
informasi bahwa peningkatan dimensi pada setiap benda uji tersebut diperoleh
nilai kuat tekan rata-rata lebih rendah.
4.2
Saran
Variasi
dimensi (ukuran) pada setiap benda uji dalam penelitian ini terbatas sehingga
tidak dapat menyimpulkan bentuk relasi antara peningkatan dimensi pada setiap
benda uji dan kuat tekan rata-rata. Oleh karena itu, disarankan untuk dapat
dilakukan penelitian yang sama dengan variasi dimensi benda uji yang lebih
banyak sehingga dapat diperoleh informasi relasi yang dimaksud.
DAFTAR
PUSTAKA
Rony
Foermansah, 2013, Tinjauan Kuat Tekan Dan
Kuat Tarik Belah Beton Dengan Serat Kawat Bendrat Berbentuk “ Z ” Sebagai Bahan
Tambah, Hal. 3-4
M.
Van Gobel, Fadli, 2015, Nilai Kuat Tekan
Beton Pada Slump Beton Tertentu, Vol, 5 No.1, Hal. 23-24
Jefry,
dkk, 2013, Studi Eksperimental Pengaruh
Penggunaan Pasir Dari Beberapa Daerah Terhadap Kuat Tekan Beton, Hal. 1
Gregorius
Talinusa, Ocsen, 2014, Pengaruh Dimensi
Benda Uji Terhadap Kuat Tekan Beton, Vol. 2, No. 7, Hal. 345-346
Iwan
Candra, Agata, dkk, 2020, Kuat Tekan
Beton Fc’ 21,7 Mpa Menggunakan Water Reducing And High Range Admixtures,
Vol. 5, No. 1, Hal. 330
Komentar
Posting Komentar